Pewarta : Jeky E Saepudin
Koran SINAR PAGI, Sumedang
Menyikapi dugaan adanya kekerasan yang terjadi di sekolah oleh guru terhadap siswanya seperti yang terjadi di SMAN 2 Rancapurut Sumedang Jawa Barat, Deden Saeful, Kepala Seksi Kurikilum Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat berpendapat, hal itu ( kekerasan ) tidak perlu dan tidak dibenarkan, seperti yang ia ucapkan kepada koransinarpagijuara.com, Senin, (18/08).
“Kekerasan dalam bentuk apapun dalam kapasitas pendidikan tidak dibenarkan, sebab dalam hal mendisiplinkan anak itu ada caranya tersendiri,” ujarnya saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat, Jl.Dr.Rajiman No. 6 Pasir Kaliki, Cicendo Bandung.
Ia menegaskan, tindak kekerasan yang dilakukan pendidik dan tenaga kependidikan terhadap siswa dengan alasan apapun akan menjadi persoalan baru ketika anak didik dan orangtua siswa tidak bisa menerima perlakuan demikian, pasalnya akibat dari itu, guru yang bersangkutan akan berhadapan dengan pasal pidana saat ia dilaporkan oleh korban.
Selain itu, Deden juga mengingatkan jika ia tidak setuju dengan pendapat bahwa untuk mendisiplinkan siswa mesti meniru perilaku kekerasan yang pernah terjadi di masa lampau sebelum reformasi,”Saya termasuk yang tidak setuju jika ada yang berpendapat perlakuan terhadap siswa di zaman sebelum reformasi seperti menampar atau lainnya diberlakukan sekarang, sebab zaman kini sudah berubah”, ujar Deden lagi.
Deden Saeful menerangkan, saat ini Dinas Pendidikan Propinsi Jabar sedang menggalakkan konsep sekolah tanpa kekerasan,”Sekarang kami sedang melaksanakan program sekolah tanpa kekerasan yang sudah di sampaikan ke pihak balai, kan di sekolah itu ada sekolah sehat, Sekolah Adiwiyata berbasis lingkungan, dan Disdik Propinsi sedang melakukan konsep Sekolah Tanpa Kekerasan,” ujarnya.
Lebih lanjut Deden menjelaskan, untuk menindak lanjut hal itu kini di dinas sudah dibentuk satgas anti kekerasan yang akan menangani hal yang berkaitan dengan itu. sebenarnya menurut Deden untuk pencegahan kekerasan yang terjadi sudah ada Perda yang mengaturnya yaitu Perda No. 5 tahun 2017 tentang semua komponen Pendidikan harus menerapkan pendidikan silih asah, silih asih dan silih asuh yang didalamnya mencegah terjadinya kekerasan dari siswa terhadap siswa, dari guru terhadap siswa dan siswa terhadap guru.
“Adapun bentuk kekerasan di Perda itu lanjut Deden menjelaskan , seperti kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan emosi,” terangnya.
Menyinggung adanya perlindungan guru yang dituangkan dalam PP No. 74 tahun 2008 yang kini dirubah menjadi PP No. 19 tahun 2017, menurut Deden tidak ada toleransi atau pembenaran apapun terhadap kekerasan yang dilakukan oleh guru dengan alasan apapun. Karena disana hanya dicantumkan aturan mendisiplinkan anak terkait dengan etika pendidikan siswa bukan mentolerir adanya kekerasan ke anak didik,
Misalnya menurut Deden anak didik itu berambut gondrong, kemudian dilakukan tindakan mendisiplinkan siswa dengan cara memanggil tukang cukur ke sekolah jangan sampai anak itu rambutnya dicukur guru seenaknya, terus misalnya anak ketahuan tidak belajar maka anak itu di hukum dengan cara yang mendidik misalnya dengan cara disuruh membaca,”Jadi intinya tidak ada kekerasa yang terjadi”, pungkas Deden.