Pewarta : Agus Lukman
Koran SINAR PAGI, Garut
Dua hari terakhir LPG 3 Kg kembali hilang di pangkalan, sementara memasak keperluan rumah tangga tak bisa ditunda, sehingga wargapun beralih menggunakan kayu bakar.
Namun pemerintah seolah tidak peduli dengan kondisi tersebut, berdasarkan pantauan dilapangan, gas melon yang bersubsidi tersebut stoknya sering kosong terutama pada hari libur, akibatnya dibeberapa kecamatan di Kabupaten Garut gas melon harus dipasok dari Kabupaten Tasikmalaya.
Kelangkaan gas melon dipasaran deiduga akibat lemahnya pengawasan pemerintah, padahal LPG yang diperuntukan bagi orang miskin tersebut disamping langka, harganyapun tak lagi sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diatur pemerintah Daerah.
Neni, warga Cibatu mengatakan, LPG 3 Kg sering langka kalaupun ada harganya mahal, sehingga dia memilih menggunakan kayu bakar, ucapnya.
Dia mengungkapkan, harga gas melon eceran di warung – warung hingga mencapai Rp.25.000,- kendati pemerintah sudah menentukan harga eceran tertinggi LPG 3 kg Rp.16.000,- ,”Abdi mah teu ngartos gas melon sering kosong dipangkalan, meser diwarung dugi ka Rp.50 rebu, padahal biasana mung Rp.16 rebu.Tos dua dinten pak gas kosong dugi masak ge dina hawu,” papar dia sambil menggunakan bahasa daerah, pada Koran Sinar Pagi, Sabtu (26/11).
Neni berharap kelangkaan dan mahalnya harga LPG 3 kg, mendapat perhatian dan pengawasan yang jelas dari pemerintah, sehingga tak akan terjadi seperti ini, jika pengawasan dilakukan dengan benar dan serius, maka tak akan terjadi kekosongan seperti ini, katanya lagi.
Ditambahkannya, saat menggunakan kompor minyak tanah, tidak pernah ada istilah kekosongan minyak tanah, sehingga memasak juga lancar, tak seperti saat ini, gas kosong terpaksa menggunakan kayu bakar, pungkas Neni.