Hari Raya Bagi Guru Honorer

  • Whatsapp
banner 768x98

Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd
(Dewan Pembina PGRI)

Sebagai entitas Dewan Pembina PGRI dan pengalaman menjadi Ketua Ranting, Ketua Cabang, Ketua Kota dan Ketua PB PGRI, selalu memikir tentang guru. Mengapa? Karena lahir dari rahim seorang guru, menikahi seorang guru, profesi sebagai guru dan kini setiap hari memimpin entitas guru sebagai Kepala Sekolah Penggerak angkatan pertama.

Hampir setiap saat, setiap hari selalu bersama guru. Dinamika dunia guru sangat tahu persis dan terus memantau. Beberapa kali Saya pun kedatangan para guru honorer dari luar daerah untuk silaturahmi dan menyampaikan aspirasi terkait nasib mereka. Diantara yang datang terakhir adalah para guru yang sudah lolos PPPK.

Mereka guru-guru hebat yang sudah lolos PPPK. Tinggal menunggu SK. Menunggu adalah hal yang sangat menegangkan dan deg deg wow. Momen Hari Raya Idul Fitri tahun 2022 bersamaan dengan Hari Pendidikan Nasional. Ini sebenarnya kode, kode dari Ilahi agar semua guru honorer terus diperhatikan dan segera mendapatkan “perlakuan” lebih istimewa dan dimartabatkan oleh pemerintah.

Hari Raya bagi guru honorer bukanlah Hari Raya Idul Fitri semata. Hari Raya Idul Fitri itu mainstream, setiap tahun diikuti. Namun hari raya bagi entitas guru honorer adalah hari merayakan perubahan status. Status guru honorer berubah menjadi guru ASN atau guru PNS. Itulah hari raya bagi guru honorer yakni merayakan perubahan status.

Termasuk sejumlah guru honorer yang sudah lolos PPPK, sedang menunggu hari raya keluarnya SK. Keluarnya SK bagi mereka adalah sebuah momen hari raya yang sebenarnya. Sekali lagi mengapa Hari Raya Idul Fitri tahun ini berbarengan dengan Hari Pendidikan Nasional? Ada kode dari Ilahi pada pemerintah yang artinya “Hari Raya Bagi Guru Honorer Adalah Hari Perubahan Status”.

Pemerintah harus lebih memperhatikan entitas guru honorer. Plus guru honorer pun harus mengikuti apa yang pemerintah harapkan, yakni kompetensi. Dua kali bertemu langsung dialog dengan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Ia sangat berharap setiap guru honorer terus meningkatkan kompetensi dan terus belajar agar lolos PPPK.

Bagi Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan di lapangan dibutuhkan guru-guru kompeten yang bisa membawa masa depan anak didik lebih baik. Guru-guru tidak kompeten, pemalas dan tidak mencintai anak didik tidak lolos PPPK tidaklah mengapa. Anak didik adalah hal utama, semua seleksi PPPK dan seleksi PNS adalah untuk anak didik. Bukan hanya perubahan status guru dari honorer ke PPPK atau PNS.

Kita semua sepakat anak didik adalah “yang punya cerita di negeri ini”. Jenis manusia paling berharga di dunia pendidikan adalah anak didik, baru kemudian gurunya. Anak didik tidak boleh dikorbankan demi kepentingan orang dewasa atau guru honorer yang tidak kompeten. Status guru honorer menjadi PPPK atau PNS adalah penting. Namun jauh lebih penting lagi bagi pemerintah “Pastikan anak didik dilayani oleh guru yang kompeten”.

Semoga para guru honorer tetap semangat dan terus belajar meningkatkan kompetensi. Meningkatkan kompetensi akan beriringan dengan meningkatkan status. Sisi lain dari hal positif PPPK adalah usia guru honorer yang lebih dari 57 tahun pun bisa menjadi ASN. Artinya seolah tidak ada batas waktu 35 atau 40 tahun untuk menjadi guru ASN. Tinggal masalah pensiun saja yang tidak ada bagi guru PPPK.

Mengapa tidak ada pensiun? Diantaranya karena tak mungkin bila lolos usia 55 tahun dan hanya bekerja 5 tahun dapat pensiun. Padahal anggota DPR RI hanya 5 tahun dapat pensiun. Semoga saja kelak ada kebijakan baru. Kebijakan baru bahwa semua ASN PPPK yang bekerja melintasi 15 tahun akhirnya dapat pensiun. Sebagai Dewan Pembina PGRI Saya akan terus memantau dan mengaspirasikan nasib para guru honorer.

Faktanya harus disadari perjuangan guru honorer era Ketua Umum PB PGRI Prof. Surya dan Dr. Sulistiyo sangat kuat dan tersambung dengan kebatinan guru. Rasa gurunya luar biasa dua ketua Umum PB PGRI masa lalu. Mengapa? Karena mereka (Prof. Surya dan Dr. Sulistiyo) pernah menjadi guru honorer, guru SD, guru SMP dan guru pendidikan menengah. Keduanya berasal dari guru murni.

Ketua Umum PB PGRI Prof. Surya melahirkan kesejahteraan dengan adanya TPG. Ketua Umum PB PGRI Dr. Sulistiyo melahirkan pengangkatan langsung 1,1 juta guru honorer menjadi PNS. Karena keduanya berasal dari guru murni, pernah menjadi guru honorer dan pernah merasakan penderitaan menjadi guru. Kedua ketua Umum PB PGRI ini pernah menjadi guru dan pernah menjadi pengurus PGRI ditingkat bawah.

Hari ini memang Ketua Umum PB PGRI belum pernah menjadi guru honorer SD, SMP atau SMA dan belum pernah menjadi pengurus PGRI dari jenjang bawah. Rasa gurunya tentu akan jauh berbeda dan bisa tidak nyambung dengan kebatinan guru karena tidak mengalami derita guru. Saya masih ingat sindiran Cak Nun pada Megawati terkait minyak langka. Cak Nun mengatakan Megawati belum pernah hidup menderita. Belum pernah menjadi rakyat biasa.

Tetap semangat para guru honorer, sebentar lagi SK PPPK yang sudah lolos akan hadir. Bagi yang belum lolos PPPK terus belajar dan belajar. Nasib menjadi guru ditentukan pula oleh kadar kompetensi dan niat baik kita untuk menjadi aparatur pendidikan terbaik dan terdedikatif. Pemerintah harus menyadari bahwa “Merdek Belajar” bagi guru honorer terkait “Merdeka Status”. Termasuk Hari Raya terkait Hari Perubahan Status.

banner 728x90

Pos terkait

banner 728x90